KIAT-KIAT MENJADI GURU PROFESIONAL *)
Das Salirawati, M.Si **)
PENDAHULUAN
Majunya suatu negara sangat
ditentukan majunya pendidikan di negara itu. Hal ini berarti pembenahan segala
aspek / komponen yang terlibat dalam pendidikan harus mendapat prioritas utama
dalam pembangunan suatu negara. Pemberlakuan kuriku-lum baru merupakan salah
satu upaya memperbaiki proses penyelenggaraan pendi-dikan di suatu negara agar dapat
mengejar kemajuan negara lain (Olivia,
1992 : 3)
Perubahan
kurikulum di Indonesia merupakan upaya ke arah peningkatan kualitas pendidikan,
karena di era globalisasi ini sangat dituntut adanya Sumber Daya Manusia (SDM)
yang memiliki keunggulan kompetitif dan komparatif sesuai standar mutu nasional
dan internasional. Guru sebagai pelaksanaan pendidikan di tingkat pembelajaran
memegang peranan penting dalam menciptakan SDM yang berkualitas.
Pendidik atau guru adalah tenaga profesional seperti yang
diamanatkan dalam Pasal 39 ayat 2 UU RI No 20/2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional, Pasal 2 ayat 1 UU RI No 14/2005 tentang Guru dan Dosen, serta Pasal
28 ayat 1 PP RI No 19/2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Landasan
yuridis dan kebijakan tersebut menunjukkan adanya keseriusan dan komitmen yang
tinggi Pemerintah dalam upaya meningkatkan profesionalisme dan penghargaan
kepada guru sebagai pelaksana pendidikan di tingkat pembelajaran yang bermuara
akhir pada peningkatan kualitas pendidikan nasional.
Hal ini sejalan dengan arah kebijakan Sistem Pendidikan
Nasional Pasal 42 UU RI No 20/2003 yang mensyaratkan pendidik (guru) harus
memiliki kualifikasi akademik minimum dan sertifikasi sesuai dengan kewenangan
mengajar, sehat jasmani dan rohani, dan memiliki kemampuan untuk mewujudkan
tujuan pendidikan nasional. Demikian pula ditegaskan dalam Pasal 28 ayat 1 PP
No 19/ 2005 dan Pasal 8 UU RI No 14/2005 yang mengamanatkan guru harus memiliki
kualifikasi akademik minimal D4/S1 dan kompetensi sebagai
agen pembelajaran yang meliputi kompetensi profesi-onal, pedagogik, kepribadian,
dan sosial.
Berkaitan
dengan hal itu saat ini banyak guru-guru di tingkat lanjutan pertama maupun
menengah bersemangat melanjutkan studi S-2. Namun peningkatan jumlah guru yang
berkualifikasi S-2 tidak berarti secara otomatis meningkat pula profesiona-
|
lismenya, karena untuk menjadi guru yang profesional
bukan hanya bermodalkan ijasah S-2. Demikian pula semangat guru mengikuti
berbagai aktivitas ilmiah, seperti seminar, lokakarya, workshop, TOT, dan
sebagainya, juga tidak mampu menjamin terciptanya profesionalisme guru, jika
aktivitas tersebut hanya seperti angin lalu, lewat begitu saja tanpa dipahami,
dihayati, dan diamalkan ketika melaksanakan pembela-jaran di kelas.
Adanya sertifikasi dan Pendidikan dan Latihan Profesi
Guru (PLPG) bagi guru-guru yang belum lulus sertifikasi merupakan suatu usaha
nyata Pemerintah (dalam hal ini Dinas Pendidikan) dalam rangka pembentukan guru
yang profesional. Pada kenya-taannya, setelah melalui sertifikasi guru masih
belum memiliki kiat jitu untuk menjadi guru yang profesional. Pada kesempatan
inilah kita akan membahas bersama tentang bagaimana kiat-kiat untuk menjadi
guru yang profesional.
PERAN DAN TUGAS GURU
Guru memiliki banyak tugas, baik yang terikat oleh dinas
maupun di luar dinas, dalam bentuk pengabdian. Guru merupakan profesi / jabatan
atau pekerjaan yang memerlukan keahlian khusus sebagai guru. Jenis pekerjaan
ini tidak dapat dilakukan oleh sembarang orang di luar bidang kependidikan
walaupun kenyataannya masih dilakukan orang di luar kependidikan.
Tugas guru sebagai profesi meliputi mendidik, mengajar,
dan melatih (Umardi, 1999 : 10). Mendidik berarti meneruskan dan mengembangkan
nilai-nilai hidup, mengajar berarti meneruskan dan mengembangkan ilmu
pengetahuan dan teknologi, sedangkan melatih berarti mengembangkan keterampilan-keterampilan
pada peserta didik. Dengan kata lain,
seorang guru dituntut mampu menyelaraskan aspek kognitif, afektif, dan
psikomotorik dalam proses pembelajaran.
Hal ini sejalan dengan yang diamanatkan dalam Pasal 1
ayat 1 UU RI No. 14/2005 tentang guru dan dosen, dimana seorang guru adalah
pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing,
mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada jalur
pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah. Pada tingkat
pelaksanaan pembelajaran di kelas, gurulah yang sangat berperan dalam membawa peserta
didiknya ke arah pembelajaran yang diisyaratkan dalam kurikulum.
Pada era globalisasi saat ini dimana kemajuan IPTEK
semakin pesat, maka hal ini juga berimbas pada pentingnya seorang guru
meningkatkan kinerja dan kemampu-an mereka, sehingga terwujud keprofesionalan
yang mantap. Seorang guru IPA dan kimia khususnya, dituntut untuk mampu
menampilkan pembelajaran yang inovatif, kreatif, dan menarik peserta didik
untuk beraktivitas secara aktif. Sebagai contoh, pembelajaran yang dilakukan
harus dapat memanfaatkan teknologi yang sudah ada, agar peserta didik tidak
tertinggal kemajuan teknologi yang telah berkembang pesat di negara lain.
Menurut Erwin Boschmann (2003), secara keseluruhan kelas akan menjadi lebih
baik ketika suatu teknologi diterapkan di sana. Keberadaan teknologi dalam
suatu sekolah hanya bermanfaat ketika seorang guru mampu menggunakannya secara
efektif, bukan sekedar sebagai inventarisasi sekolah. Constance Blasie &
George Palladino (2005) berpendapat bahwa pengetahuan dan penggunaan teknologi
informasi secara tepat dalam pembelajaran harus dikuasai guru.
Selain harus melaksanakan beban kerja utama seperti yang
tercantum dalam Pasal 35 ayat 1 UU RI No. 14/2005, yaitu merencanakan,
melaksanakan, dan menilai pembelajaran, membimbing dan melatih peserta didik,
serta melaksanakan tugas tambahan, saat ini guru juga dituntut kreatif menciptakan
suasana belajar yang inovatif. Guru diharapkan mampu menghasilkan individu masa
depan Indonesia yang memiliki dasar-dasar karakter yang kuat, kecakapan hidup,
dan dasar-dasar penguasaan IPTEK (T. Raka Joni, 2006).
Kreativitas guru bukan hanya dalam hal penerapan IPTEK,
tetapi juga pengem-bangan metode-metode pembelajaran yang sederhana tetapi
sesuai dengan karakter bangsa dan pengembangan materi ajar untuk memperkaya
ilmu pengetahuan. Metode pembelajaran tidak harus menggunakan peralatan yang
canggih, tetapi yang penting peserta didik termotivasi untuk belajar lebih
baik. Moh. Uzer Usman (2000 : 9, 13) menyatakan guru harus belajar terus
menerus dengan memperkaya dirinya dalam berbagai ilmu pengetahuan, sehingga
dapat mengikuti perkembangan jaman dan perkembangan peserta didiknya.
PROFESI GURU
Profesi berasal dari bahasa latin ”proffesio” yang mempunyai dua pengertian, yaitu janji / ikrar dan
pekerjaan. Dalam arti sempit, profesi berarti kegiatan yang dijalankan
berdasarkan keahlian tertentu dan sekaligus dituntut daripadanya pelaksa-naan
norma-norma sosial dengan baik. Dalam arti luas, profesi adalah kegiatan apa
saja dan siapa saja untuk memperoleh nafkah yang dilakukan dengan suatu
keahlian tertentu (Yunita Maria Yeni, M, 2006).
Suatu profesi mengandung makna penyerahan dan pengabdian
penuh pada suatu jenis pekerjaan yang mengimplikasikan tanggung jawab pada diri
sendiri, masyarakat, dan profesi (Dedi Supriadi, 1998 : 96 – 100). Menurutnya,
ciri-ciri pokok profesi : (1) pekerjaan itu memiliki fungsi dan signifikansi
sosial karena diperlukan untuk pengabdian kepada masyarakat. Jadi profesi
mutlak memerlukan pengakuan masyarakat, (2) menuntut keterampilan tertentu yang
diperoleh lewat pendidikan dan latihan yang lama dan intensif serta dilakukan
dalam lembaga tertentu yang secara sosial dapat dipertanggungjawabkan, (3)
didukung oleh suatu disiplin ilmu, bukan sekedar common sense, (4) ada kode etik yang menjadi pedoman perilaku
anggotanya beserta sanksi yang jelas dan tegas terhadap pelanggar kode etik,
dan (5) sebagai konsekwensi layanan yang diberikan kepada masyarakat, maka anggota
profesi memperoleh imbalan finansial atau materiil.
Berdasarkan pengertian dan ciri-ciri profesi tersebut,
maka guru dapat dikategorikan sebagai profesi. Profesi guru pada saat ini masih
merupakan sesuatu yang ideal bila dibandingkan dengan profesi pada bidang lain
(Mohamad Ali, 1985 : 13). Bila profesi lain menjalankan tugasnya selalu
dilandasi kemampuan dan keahlian yang ditunjang dengan konsep dan teori yang
pasti, maka profesi guru tidaklah demikian. Kenakalan antara satu peserta didik
dengan yang lainnya, memerlukan penanganan yang berbeda.
Menurut UU RI No. 14/2005 Pasal 1 ayat 4, profesional
adalah pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan oleh seseorang dan menjadi sumber
penghasilan kehidupan yang memerlukan keahlian, kemahiran, atau kecakapan yang
memenuhi standar mutu atau norma tertentu serta memerlukan pendidikan profesi.
Guru merupakan keteram-pilan profesional yang untuk menyandang profesi tersebut
harus menempuh jenjang pendidikan tinggi pada program studi kependidikan
(Mohamad Ali, 1985 : 31-34). Pekerjaan yang profesional adalah pekerjaan yang
hanya dapat dilakukan mereka yang khusus dipersiapkan untuk itu dan bukan
pekerjaan yang dikerjakan oleh mereka yang karena tidak dapat memperoleh
pekerjaan lain (Nana Sudjana, 1988 : 14).
Profesi guru merupakan bidang pekerjaan khusus yang
dilaksanakan berdasar-kan prinsip-prinsip, yaitu memiliki :
1. bakat, minat, panggilan jiwa, dan idealisme.
2. komitmen untuk
meningkatkan mutu pendidikan, keimanan, ketakwaan, dan akhlak mulia.
3. kualifikasi akademik
dan latar belakang pendidikan sesuai dengan bidang tugas.
4. kompetensi yang
diperlukan sesuai dengan bidang tugas.
5. tanggung jawab
atas pelaksanaan tugas keprofesionalan.
6. penghasilan yang
ditentukan sesuai dengan prestasi kerja.
7. kesempatan untuk
mengembangkan keprofesionalan secara berkelanjutan dengan belajar sepanjang
hayat.
8. jaminan
perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas keprofesionalan, dan
9. organisasi
profesi yang mempunyai kewenangan mengatur hal-hal yang berkaitan dengan tugas
keprofesionalan guru.
Menurut Journal Education Leadership edisi Maret
1993 (dalam Dedi Supriadi, 1998 : 98) ada lima ukuran seorang guru dinyatakan
profesional, yaitu (1) memiliki komitmen pada peserta didik dan proses
belajarnya, (2) secara mendalam menguasai bahan ajar dan cara
mengajarkan, (3) bertanggung jawab memantau kemampuan belajar peserta
didik melalui berbagai teknik evaluasi, (4) mampu berpikir sistematis
dalam melakukan tugas, dan (5) menjadi bagian dari masyarakat belajar di lingkungan
profesinya.
Dengan adanya pengukuhan
guru sebagai profesi, maka guru dituntut untuk ikut mereformasi pendidikan,
memanfaatkan semaksimal mungkin sumber-sumber belajar di luar sekolah, merombak
struktur hubungan guru dan peserta didik,
menggunakan teknologi modern dan menguasai IPTEK, kerjasama dengan teman
sejawat antar sekolah, serta kerjasama dengan komunitas lingkungannya.
KOMPETENSI
Menurut asal katanya, “competency” berarti kemampuan atau kecakapan. Kompetensi juga
diartikan “... the state of being legally
competent or qualified”, yaitu keadaan berwewenang atau memenuhi syarat
menurut ketentuan hukum. Arti kompetensi guru adalah “the ability of a teacher to responsibly perform his or her duties
appropriately”, artinya kemampuan seorang guru dalam melaksanakan
kewajibannya secara bertanggungjawab dan layak (Muhibbin Syah, 2004 : 229).
Menurut Depdiknas, kompetensi adalah pengetahuan,
keterampilan, dan nilai-nilai dasar yang direfleksikan dalam kebiasaan berpikir
dan bertindak. Arti lainnya, kompetensi adalah spesifikasi dari pengetahuan,
keterampilan, dan sikap yang dimiliki seseorang serta penerapannya di dalam
pekerjaan, sesuai dengan kinerja yang dibutuhkan lapangan (Depdiknas, 2004 : 3
– 4). Dengan demikian, kompetensi yang dimiliki setiap guru akan menunjukkan
kualitas guru yang sebenarnya. Kompetensi tersebut akan terwujud dalam bentuk
penguasaan pengetahuan, keterampilan, maupun sikap profesional dalam
menjalankan fungsi sebagai guru.
Pengertian lain dikemukakan oleh Mulyasa (2005 : 37 –
38), yaitu kompetensi merupakan perpaduan dari pengetahuan, keterampilan,
nilai, dan sikap yang direfleksikan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak.
Menurut Anderson S & Ball S (1978 :
3), kompetensi guru adalah himpunan pengetahuan, kemampuan, dan keyakinan yang
dimiliki seorang guru dan ditampilkan dalam situasi mengajar.
Menurut Gordon (dalam Mulyasa, 2005 : 38 – 39), ada enam
aspek atau ranah yang terkandung dalam konsep kompetensi, yaitu : (1)
pengetahuan (knowledge), yaitu
kesadaran dalam bidang kognitif, (2) pemahaman (under-standing), yaitu kedalaman kognitif dan afektif yang dimiliki
individu, (3) kemampuan (skill),
sesuatu yang dimiliki individu untuk melakukan tugas atau pekerjaan yang
dibebankan kepadanya, (4) nilai (value),
suatu standar perilaku yang telah diyakini dan secara psikologis telah menyatu
dalam diri seseorang, (5) sikap (attitude), perasaan (senang – tidak
senang, suka - tidak suka) atau reaksi terhadap suatu rangsangan yang datang
dari luar, dan (6) minat (interest),
yaitu kecenderungan seseorang untuk melakukan sesuatu perbuatan.
KOMPETENSI PROFESIONAL
Istilah profesional berasal dari kata profession (pekerjaan) yang berarti
sangat mampu melakukan pekerjaan. Sebagai kata benda, profesional berarti orang
yang melaksanakan sebuah profesi dengan menggunakan profesiensi (kemampuan
tinggi) sebagai mata pencaharian (Muhibbin Syah, 2004 : 230). Jadi, kompetensi
profesional guru dapat diartikan sebagai kemampuan dan kewenangan guru dalam
menjalankan profesi keguruannya. Guru yang ahli dan terampil dalam melaksanakan
profesinya dapat disebut sebagai guru yang kompeten dan profesional.
Kompetensi profesional guru menggambarkan tentang
kemampuan yang harus dimiliki oleh seseorang yang mengampu jabatan sebagai
seorang guru (Moh Uzer Usman, 2000 : 14). Tidak semua kompetensi yang dimiliki
seseorang menunjukkan bahwa dia profesional, karena kompetensi profesional
tidak hanya menunjukkan apa dan bagaimana melakukan pekerjaan, tetapi juga
menguasai rasional yang dapat menjawab mengapa hal itu dilakukan berdasarkan
konsep dan teori tertentu.
Menurut UU RI No. 14/2005 Pasal 10 ayat 1 dan PP RI No.
19/2005 Pasal 28 ayat 3, kompetensi profesional guru diartikan sebagai
kebulatan pengetahuan, kete-rampilan, dan sikap yang diwujudkan dalam bentuk tindakan
cerdas dan penuh tanggung jawab yang dimiliki seseorang yang memangku jabatan
guru sebagai profesi.
Kompetensi
profesional merupakan kemampuan yang berkaitan dengan penguasaan materi
pembelajaran bidang studi secara luas dan mendalam yang mencakup penguasaan
substansi keilmuan yang menaungi materi kurikulum tersebut, serta menambah
wawasan keilmuan sebagai guru. Indikator esensial dari kompetensi ini meliputi
: (1) memahami materi ajar yang ada dalam kurikulum sekolah, (2) memahami struktur, konsep, dan metode keilmuan
yang koheren dengan materi ajar, (3) memahami hubungan konsep antar mata
pelajaran terkait, dan (4) menerapkan konsep-konsep keilmuan dalam kehidupan
sehari-hari.
Gregory
Schraw, dkk (2005) menyatakan seorang guru memerlukan waktu 5 sampai 10 tahun
atau 10.000 jam untuk menjadi seorang guru yang ahli. Dalam perjalanan yang lama itu, guru harus mengembangkan
pembelajaran lebih lanjut dan meningkatkan penguasaan materi. Hal ini
menunjukkan bahwa untuk menjadi guru yang ahli (profesional) bukanlah cara yang
mudah, tetapi harus melalui perjalanan panjang disertai terus menerus
pengembangan diri.
KOMPETENSI PEDAGOGIK
Kompetensi
pedagogik merupakan kemampuan yang berkaitan dengan pemahaman peserta didik dan
pengelola pembelajaran yang mendidik dan dialogis. Secara substansi, kompetensi
ini mencakup kemampuan pemahaman terhadap peserta didik, perancangan dan
pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil belajar, dan pengembangan peserta
didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya. Secara
rinci jabaran dari kompetensi ini terdapat pada Tabel 1.
Tabel 1. Sub-Kompetensi dan Indikator Esensial
Kompetensi Pedagogik
Subkompetensi
|
Indikator Esensial
|
1.
Memahami peserta didik
|
a.
Memahami peserta didik dengan memanfaatkan prinsip-prinsip perkembangan
kognitif.
b.
Memahami peserta didik dengan memanfaatkan prinsip-prinsip kepribadian.
c. Mengidentifikasi bekal-ajar awal peserta
didik.
|
2.
Merancang pem-belajaran.
|
a.
Menerapkan teori belajar dan pembelajaran.
b.
Menentukan strategi pembelajaran berdasarkan karakteris-tik peserta didik,
kompetensi yang ingin dicapai dan materi ajar.
c.
Menyusun rancangan pembelajaran yang berdasarkan strategi yang telah
dipilih.
|
3.
Melaksanakan pem belajaran.
|
a. Menata latar (setting)
pembelajaran.
b. Melaksanakan pembelajaran yang kondusif.
|
4. Penilaian
hasil be-lajar.
|
a.
Melaksanakan penilaian (asesmen) proses dan hasil bela-jar secara
berkesinambungan dengan berbagai metode.
b. Menganalisis hasil penilaian proses dan hasil
belajar untuk menentukan tingkat ketuntasan belajar (mastery level).
c. Menggunakan informasi ketuntasan belajar untuk
meran-cang program remedi atau pengayaan (enrichment).
d. Memanfaatkan hasil penilaian pembelajaran untuk
perbaik-an kualitas program pembelajaran secara umum.
|
5.
Pengembangan pe serta didik.
|
a.
Memfasilitasi peserta didik untuk mengembangkan berba-gai potensi akademik.
b.
Memfasilitasi peserta didik untuk mengembangkan berba-gai potensi non
akademik.
|
Menurut
Amy J. Phelps & Cherin Lee (2003), seorang guru perlu selalu mengakses
prekonsepsi tentang pembelajaran yang dilakukan oleh guru-guru masa depan dan
mengenali aturan mainnya. Hal ini disebabkan semakin majunya IPTEK berdampak
pula pada kemajuan masyarakat, sehingga tuntutan masyarakat terhadap pelayanan
pendidikan yang lebih baik semakin mendesak. Lebih lanjut dikemukakan bahwa
seorang guru selain dituntut menguasai materi pelajaran dengan baik, juga harus
mampu mengkomunikasikan materi kepada peserta didik dengan cara dan strategi
yang baik, sehingga mudah ditangkap dan dikuasai materi tersebut.
Guru
yang memiliki kompetensi pedagogik yang baik akan mampu memahami apa yang
dibutuhkan dan diinginkan peserta didik dalam proses pembelajaran. Ia
mengetahui seluas dan sedalam apa materi yang akan diberikan pada peserta didiknya
sesuai dengan perkembangan kognitifnya. Mereka memiliki pengetahuan, tetapi
mengetahui juga bagaimana cara menyampaikan kepada peserta didiknya. Selain
itu, ia memiliki banyak variasi mengajar dan menghargai masukan dari peserta didik (Jean Rudduck & Julia Flutter, 2004 :
78).
KOMPETENSI KEPRIBADIAN
Kompetensi
kepribadian merupakan kemampuan personal yang mencer-minkan kepribadian yang
mantap, stabil, dewasa, arif, dan berwibawa, menjadi teladan bagi peserta
didik, dan berakhlak mulia. Setiap unsur kepribadian tersebut dapat dijabarkan
menjadi subkompetensi dan indikator esensial seperti terlihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Sub-Kompetensi
dan Indikator Esensial Kompetensi Kepribadian
Subkompetensi
|
Indikator Esensial
|
1.
Memiliki kepribadian mantap dan stabil
|
a.
Bertindak sesuai dengan norma hukum.
b.
Bertindak sesuai dengan norma sosial.
c.
Bangga sebagai pendidik.
d.
Memiliki konsistensi dalam bertindak sesuai norma.
|
2.
Memiliki kepribadian dewasa
|
a.
Menampilkan kemandirian dalam bertindak sebagai pen-didik.
b.
Memiliki etos kerja sebagai pendidik.
|
3.
Memiliki kepribadian arif.
|
a.
Menampilkan tindakan yang didasarkan pada kemanfaat-an peserta didik,
sekolah, dan masyarakat.
b.
Menunjukkan keterbukaan dalam berpikir dan bertindak.
|
4.
Memiliki kepribadian yang berwibawa.
|
a.
Memiliki perilaku yang berpengaruh positif terhadap pe-serta didik.
b.
Memiliki perilaku yang disegani.
|
5.
Memiliki akhlak mu-lia dan dapat menja-di teladan.
|
a.
Bertindak sesuai dengan norma religius (intaq, jujur, ikhlas, suka menolong).
b. Memiliki perilaku yang diteladani peserta didik
|
Seorang guru harus bertindak sesuai norma hukum dan norma
sosial. Slogan “satu teladan lebih baik daripada seribu nasihat” nampaknya
tepat. Pada masa sekarang ini, peserta didik lebih senang diteladani daripada
dinasihati. Menurut Jean Rudduck & Julia Flutter (2004 : 74), guru yang
baik adalah guru yang memiliki sifat terpuji yang dapat diteladani,
seperti manusiawi, adil, konsisten, suka
menolong peserta didik, adil, tidak pendendam, tidak egois, dan jujur.
Sifat-sifat terpuji ini merupakan bagian dari kompetensi kepribadian yang harus
dimiliki oleh seorang guru.
Pendapat serupa dikemukakan Tresna Sastrawijaya (1998 :
243), guru yang baik adalah mereka yang dapat menjadi contoh bagi peserta didiknya,
memiliki wibawa, berhati mulia, berjiwa besar, memiliki filsafat pendidikan
yang jelas, mampu menyalakan minat dan kecintaan materi ajar pada peserta didiknya,
menyenangkan, teliti dan berhati-hati, cerdas, memiliki rasa humor, dan sopan.
KOMPETENSI SOSIAL
Kompetensi
sosial berkaitan dengan kemampuan pendidik sebagai bagian dari masyarakat untuk
berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik,
tenaga kependidikan, orangtua / wali peserta didik, dan masyarakat sekitar. Kompetensi ini memiliki subkompetensi dan indikator
esensial seperti nampak pada Tabel 3.
Tabel 3. Sub-Kompetensi dan Indikator Esensial
Kompetensi Sosial
Subkompetensi
|
Indikator Esensial
|
1. Berkomunikasi secara efektif.
|
a. Berkomunikasi secara efektif dengan peserta
didik, seja-wat, dan orangtua / wali.
b.
Berkomunikasi secara efektif dengan masyarakat.
|
2.
Bergaul secara efektif
|
a.
Mengembangkan hubungan secara efektif dengan pe-serta didik, sejawat,
orangtua / wali, dan masyarakat.
b.
Bekerja sama secara efektif dengan peserta didik, seja-wat, orangtua / wali,
dan masyarakat.
|
Kompetensi
sosial sangat perlu dan harus dimiliki seorang guru, karena bagaimanapun proses
pendidikan itu berlangsung dampaknya akan dirasakan bukan hanya oleh peserta
didik itu sendiri tetapi juga oleh masyarakat yang menerima dan memakai
lulusannya (Moh Uzer Usman, 2000 : 15).
Diantara
berbagai bentuk komunikasi, kita mengenal komunikasi edukatif, yaitu komunikasi
yang berlangsung dalam rangka mencapai tujuan pendidikan dan pengajaran
(Sardiman, A. M., 2004 : 1). Hasil komunikasi edukatif diharapkan mampu
memotivasi peserta didik untuk membangun struktur kognitif baru yang dapat
menjadi dasar tindakan yang akan dilakukan. Bila hal ini dapat dilakukan oleh
setiap peserta didik, maka pengetahuan yang mereka miliki bukan hanya sekedar school knowledges, tetapi sudah sampai
pada action knowledges. Mendidik
memang seharusnya bertujuan untuk mengubah perilaku peserta didik yang diawali
dengan perubahan struktur kognitif peserta didik, sehingga menjadi inner knowledges yang dapat ditunjukkan
dalam bentuk action knowledges.
Seorang
guru besar sastra Gilbert Hight dalam bukunya The Art of Teaching (Seni Mengajar) menyatakan bahwa “....teaching is an art, not a science”,
artinya mengajar adalah sebuah seni, bukan sebuah ilmu (Barlow, 1985). Seseorang
dapat mengajar dengan baik bukan lantaran ia menguasai ilmu mengajar yang
banyak, tetapi karena ia memiliki seni mengajar yang dapat ditunjukkan ketika
ia mengajar. Salah satu seni mengajar adalah seni berkomunikasi dengan peserta
didik ketika mengajar. Untuk dapat berkomunikasi dengan baik, guru tidak
sekedar menguasai ilmu komuni-kasi, tetapi bagaimana guru tersebut mampu
menempatkan komunikasi sebagai kebutuhan peserta didik untuk berkembang. Harapannya
dengan komunikasi yang diciptakan guru di kelas, peserta didik lalu berpikir
untuk belajar lebih lanjut. Kompetensi sosial penting dimiliki oleh seorang guru,
karena mempengaruhi kualitas pembelajaran dan motivasi belajar peserta didik.
KIAT-KIAT MENJADI GURU PROFESIONAL
Untuk menjadi guru yang profesional, maka harus berupaya
seoptimal mungkin memenuhi keempat kompetensi, yaitu kompetensi profesional,
pedagogik, sosial, dan kepribadian. Adapun kiat-kiat agar dapat menjadi guru
profesional ditinjau dari keem-pat kompetensi tersebut adalah :
1. DITINJAU DARI KOMPETENSI PROFESIONAL GURU
Seorang guru yang
profesional sangat dituntut untuk dapat menguasai materi secara mendalam,
struktur, konsep, dan metode keilmuan yang koheren dengan materi ajar, hubungan
konsep antar mata pelajaran terkait, dan mampu menerapkan konsep-konsep
keilmuan dalam kehidupan sehari-hari. Untuk mencapai hal tersebut, maka ada
beberapa kiat yang dapat dilakukan, yaitu :
a. Selalu berusaha agar tidak ketinggalan perkembangan ilmu
yang berkaitan dengan bidang studi yang diajarkan dengan cara membaca berbagai
literatur (buku, majalah, koran, ensiklopedia, hasil penelitian, dan lain-lain),
bertanya, berdiskusi (sharing) dengan teman sejawat maupun pakar, membuka
internet. Ada satu kiat yang sangat menarik untuk dicoba, yaitu “bacalah satu
ilmu baru setiap hari”, maka dalam sebulan kita memperoleh 30 ilmu baru. Dalam
satu tahun memperoleh berapa ilmu baru ? (Dapat dihitung sendiri). Penambahan
ilmu setiap hari ini sepertinya tidak ada manfaatnya, tetapi hal ini akan
terasa manfaatnya ketika kita berbicara dengan orang lain atau berbicara dalam
satu forum resmi, karena tanpa kita sadari ilmu yang pernah dibaca dan
termemori tersebut membantu kita dalam melogika dan menalar berbagai
permasalahan. Tidak percaya ? Coba saja !
b. Carilah keanehan hubungan antar konsep yang mudah
diingat. Sebagai contoh, pada biologi menghafal bagian lidah dan rasa yang
dikecap, menggunakan kata “maap” sebagai urutan dari ujung lidah tengah
kanan-kiri dan ke belakang berturut-turut “manis-asin-asam-pahit”. Pada fisika,
energi kinetik (energi karena gerak) dan energi potensial (energi karena
kedudukan), kita menghafal bahwa “K (kinetik) tidak akan bertemu dengan K
(kedudukan)”. Demikian juga pada kimia katoda mengalami reduksi, anoda
mengalami oksidasi, dengan menghafal huruf mati bertemu huruf mati (k dengan r)
dan huruf hidup bertemu huruf hidup (a dengan o).
c. Jika kita menemui dua konsep yang artinya berkebalikan,
hafalkan salah satu, bukan dihafal dua-duanya. Hal ini karena jika hafal
dua-duanya bisa saling tertukar di otak kita, sebaliknya jika hanya hafal satu
pasti yang tidak dihafal memiliki arti kebalikan dari yang kita hafal.
d. Selalu berusaha sharing dengan guru satu bidang studi,
baik dari kelas yang setingkat maupun yang berbeda tingkat, agar wawasan ilmu
selalu bertambah (terjadi pengayaan ilmu). Sharing juga dilakukan dengan
guru yang serumpun (masih memiliki kaitan dengan bidang studi kita), agar
ketika mengajar kita mampu memberi gambaran pada peserta didik bahwa materi
yang kita ajarkan ada kaitan dengan bidang studi yang lain. Hal ini kita
lakukan agar ilmu yang dimiliki peserta didik memiliki jalinan keterpaduan yang
memperkaya pengetahuan mereka. Pada pembelajaran IPA terpadu, meskipun
masing-masing guru bertugas mengajar sesuai bidang ilmunya (biologi, fisika,
kimia), namun sangat disarankan untuk mengaitkan satu sama lain agar terlihat
keterpaduannya. Akan lebih baik lagi jika guru-guru IPA dapat mengajarkan
secara tematik.
e. Berusaha membuat ringkasan setiap materi pokok, baik yang
berupa materi teoretis maupun rumus-rumus untuk perhitungan.
f. Berusaha mengaitkan setiap konsep yang diajarkan dengan
kehidupan peserta didik agar tercipta pembelajaran yang bermakna (meaningful
learning).
g. Berusaha merancang aktivitas lab (praktikum / eksperimen)
sederhana sendiri berdasarkan literatur-literatur yang dibaca.
Semua kiat tersebut hanya dapat dilakukan oleh guru yang
memang memiliki kemauan dan kesadaran yang tinggi untuk maju disertai keinginan
untuk dapat menjadi guru yang profesional.
2. DITINJAU DARI KOMPETENSI PEDAGOGIK GURU
Seorang guru yang ahli di bidang ilmu tertentu belum
tentu ahli dalam mengajarkan kepada orang lain. Hal ini terbukti ketika seorang
ahli matematika dari LIPI diminta mengajar matematika agar prestasi matematika
peserta didik meningkat. Kenyataannya ahli tersebut gagal mengajar dan mengakui
bahwa ia ahli dalam ilmu matematika, bukan ahli dalam mengajarkan matematika
(Dedi Supriadi, 1998 : 88).
Menurut Sardiman A. M. (2004 : 165), guru yang kompeten
adalah guru yang mampu mengelola program belajar-mengajar. Mengelola di sini
berarti menyangkut bagaimana seorang guru mampu menguasai keterampilan dasar
mengajar, seperti membuka dan menutup pelajaran, menjelaskan, menvariasi media,
bertanya, memberi penguatan, dan sebagainya, juga bagaimana guru menerapkan
strategi, teori belajar dan pembelajaran, dan melaksanakan pembelajaran yang
kondusif.
Bagaimana kiat-kiat menjadi guru profesional agar dapat
melaksanakan proses pembelajaran secara optimal ? Berikut ini beberapa kiatnya.
a. Membuat perencanaan yang matang mengenai semua yang akan
dilakukan dalam proses pembelajaran, yaitu dengan membuat silabus dan RPP.
b. Melakukan persiapan pembelajaran yang menyangkut persiapan
materi (misal membuat hand-out, ringkasan), metode yang akan diterapkan,
dan media yang akan digunakan.
c. Berusaha mencari strategi pembelajaran yang baru, baik
strategi menerapkan metode-metode pembelajaran baru yang memenuhi PAIKEM (pembelajaran
aktif, inovatif, kreatif, efektif, dan menyenangkan) maupun menerapkan berbagai
ke-canggihan teknologi dalam bentuk media pembelajaran.
d. Refleksi diri setiap selesai pertemuan untuk melihat
kekurangan dalam mengajar dan kemudian berusaha memperbaiki terus menerus. Perbaikan
pembelajaran dapat dilakukan melalui penelitian tindakan kelas.
e. Senantiasa mengasah kemampuan dasar mengajar, seperti
cara membuka pelajaran, bertanya, memberi penguatan, menjelaskan, mengelola
kelas, mengeva-luasi, dan menutup pelajaran.
f. Berusaha hafal semua siswa, bukan hanya yang pandai atau
yang bodoh. Hal ini merupakan bentuk kepedulian dan perhatian kita pada peserta
didik.
g. Piawai dalam memodifikasi metode pembelajaran disesuaikan
dengan karakteristik peserta didik, potensi sekolah, dan ketersediaan sarana
prasarana, dan memper-timbangkan kemampuan akademis, tenaga, waktu, dan biaya.
h. Berusaha menciptakan suasana relaks dalam belajar dengan
cara menyelingi berbagai aktivitas menyenangkan, seperti belajar sambil
bermain, berteka-teki, dan selingan humor.
i. Memperluas dan memperdalam materi ajar sesuai dengan
tingkat perkembangan kognitif peserta didik.
j. Melaksanakan penilaian proses dan hasil belajar secara
berkesinambungan dengan berbagai metode penilaian dan memanfaatkan hasil
penilaian tersebut untuk perbaikan kualitas pembelajaran dan perancangan
program remedi maupun pengayaan. Setiap hasil penilaian dikembalikan kepada
peserta didik agar peserta didik memperoleh feedback dari apa yang telah
dikerjakannya.
k. Mampu membimbing peserta didik dalam pengembangan potensi
akademik mela-lui kegiatan positif (misal karya ilmiah remaja) maupun potensi
non akademik (misal olah raga).
Jadi, agar guru memenuhi kriteria guru yang profesional
maka mereka harus senantiasa berusaha secara terus menerus memperbaiki kualitas
pembelajarannya melalui pengembangan kemampuan mengajarnya, mulai dari
perencanaan, pelaksa-naan, sampai pada penilaian pembelajaran.
3. DITINJAU DARI KOMPETENSI KEPRIBADIAN GURU
Guru
dikatakan profesional jika mereka memiliki kepribadian yang mantap, stabil,
dewasa, arif, dan berwibawa, menjadi teladan bagi peserta didik, dan berakhlak
mulia. Hal ini dapat terbentuk, jika dalam setiap melaksanakan tugas guru
selalu mem-pertimbangkan segala tindakannya dari segala aspek yang melingkupinya.
Ada bebe-rapa kiat untuk menjadi guru profesional ditinjau dari kompetensi
kepribadian, yaitu :
a. Berusaha menjadi guru yang taat aturan, seperti datang
mengajar tepat waktu, berpakaian rapi dan sopan.
b. Menunjukkan rasa empati terhadap peserta didik yang
sedang menghadapi masalah dan memiliki kepedulian yang tinggi untuk
membantunya.
c. Menunjukkan kebanggaan sebagai guru dengan tampilan
mengajar yang selalu segar, bersemangat, dan menyenangkan, meski guru sedang
memiliki masalah.
d. Menunjukkan konsistensi dalam berperilaku sesuai aturan
yang berlaku.
e. Menerapkan pendekatan kasih sayang dalam mengajar
(memberi tanpa meminta imbalan pada peserta didik).
f. Berprestasi yang dapat membanggakan peserta didik dan
sekolah.
g. Terbuka pada kritik yang disampaikan peserta didik, teman
sejawat, dan siapapun yang bertujuan untuk memperbaiki kekurangan yang
dimiliki.
h. Menunjukkan keikhlasan dalam mengajar dan membimbing
peserta didik yang ditunjukkan melalui kesabaran menjawab setiap pertanyaan,
melayani mereka yang kesulitan, siap menolong kapanpun dibutuhkan.
i. Berusaha menunjukkan keteladanan dengan berperilaku dan
bertindak yang terpuji, seperti sopan, ramah, murah senyum, supel, adil, jujur,
objektif, empati.
j. Sesekali memberikan selingan ”siraman rohani” berupa
nasihat positif yang rasi-onal sebagai pembentukan kepribadian dan perilaku
siswa yang baik.
Maister (1997) mengemukakan bahwa profesionalisme seorang
guru bukan sekedar pengetahuan teknologi dan manajemen, keterampilan yang
tinggi, tetapi memiliki suatu tingkah laku yang dipersyaratkan sebagai seorang
guru. Dengan demi-kian guru yang profesional juga dituntut memiliki kepribadian
yang tertampilkan dalam bentuk perilaku dan berpikir yang mantap, stabil, dan
berakhlak mulia.
4. DITINJAU DARI KOMPETENSI SOSIAL GURU
Guru adalah makhluk individu sekaligus
makhluk sosial. Hal ini berarti selain ia harus mengembangkan profesional yang
berkaitan dengan pengembangan diri pribadi juga harus mengembangkan
kompetensinya yang berkaitan dengan kehidupan sosial, karena sesungguhnya ia
bagian dari masyarakat di sekitarnya. Oleh karena itu seorang guru yang
profesional dituntut untuk dapat bersosialisasi dengan baik. Salah satu modal
bersosialisasi yang baik adalah kepandaian dalam berkomunikasi secara efektif,
bai dengan peserta didik, teman sejawat, maupun orangtua / wali orangtua dan
masyarakat. Selain berkomunikasi juga mengembangkan hubungan secara efektif
dengan mereka. Untuk menuju kepada profesionalisme yang berkaitan dengan
kompetensi sosial ini, ada beberapa kiat yang dapat dilakukan, yaitu :
a. Banyak
bergaul dengan siapa saja tanpa memandang tingkatan usia dan status ekonomi.
Dengan demikian ketika melakukan pendekatan dengan berbagai kalangan dapat
beradaptasi dengan cepat.
b. Sering
mengikuti aktivitas ilmiah / seminar, baik sebagai peserta maupun penyaji,
sehingga memiliki keberanian di dalam mengemukakan gagasan / ide. Hal ini
posi-tif dalam menunjang kemahiran berkomunikasi di depan kelas ketika
mengajar.
c. Sering
berbincang-bincang dengan peserta didik di saat-saat senggang tanpa harus dalam
suasana formal. Seringkali guru takut kehilangan wibawa ketika melakukan hal
tersebut, namun hal itu tidak akan terjadi ketika ketika mengajar di kelas kita
mampu membuat penciptaan citra diri yang positif sebagai pengajar / pendidik.
Dengan demikian, guru dapat bertindak sebagai sahabat, orangtua, pembimbing,
maupun pendidik dengan penempatan diri yang sesuai.
d. Menunjukkan
keakraban melalui komunikasi yang bersahabat, sehingga peserta didik merasa
nyaman dan tanpa ragu “curhat” bila ada masalah.
e. Siap
membantu peserta didik kapanpun diperlukan tanpa membeda-bedakan.
f. Memperlakukan
peserta didik sesuai dengan kedudukannya, tidak meremehkan, dan selalu
menghargai apapun keadaannya. Hal ini penting, karena keberhasilan belajar
peserta didik selain dipengaruhi faktor intern juga hubungan sosialnya de-ngan
guru (Slameto, 1993 ; 54). Ketertarikan peserta didik pada pembawaan guru yang
ramah dan dapat diajak bicara akan menumbuhkan motivasi belajarnya.
g. Memiliki
kemampuan empati (tanggap dan peka terhadap keadaan anak didik) yang ditumbuhkan
dengan cara sering berkomunikasi dan memperhatikan mereka.
h. Guru
perlu mengetahui dunia trend-nya peserta didik, sehingga dapat melakukan
komunikasi yang baik, lancar, dan nampa
“gaul” di mata peserta didik.
i. Sebaiknya
guru tidak mudah marah tanpa alasan yang jelas, karena akan meng-ganggu
komunikasi selanjutnya dengan peserta didik. Rasa takut akan menye-babkan
peserta didik menjauh, sehingga komunikasi tidak terjalin dengan baik.
Meskipun
setiap hari kita berkomunikasi dengan banyak orang, tetapi komuni-kasi yang
terjadi belum tentu komunikasi edukatif yang menunjang keberhasilan kita untuk
menjadi guru yang profesional. Oleh karena itu tidak ada salahnya jika kita
mencoba kiat-kiat tersebut.
PENUTUP
Guru dan ustad adalah dua profesi yang
berbeda perannya tetapi sama tugasnya, yaitu memperkecil perbedaan. Ustad
selalu mengajak kita beramal, berzakat, menyantuni fakir miskin dan yatim
piatu, intinya memperkecil perbedaan antara si miskin dan si kaya. Seorang guru
selalu mengajak peserta didiknya agar belajar rajin, memahami ilmu yang
diajarkan, mendapat nilai yang baik, intinya memperkecil perbedaan antara yang
pandai dan yang bodoh. Oleh karenanya, tugas mereka sama, yaitu merupakan tugas yang mulia.
Tugas mulia jaminannya surga, dan ini adalah
penyemangat kerja yang paling hakiki yang harus dimiliki guru agar dalam
menjalankan tugas sebagai guru agar menimbulkan kenikmatan dan kebahagiaan
dalam mengajar. Cerminan dari hal ini adalah guru senantiasa berusaha menjadi
profesional dengan mengembangkan kemampuan diri dan meningkatkan semua kompetensi
yang harus melekat padanya, menunjukkan
wajah riang dan senantiasa siap membantu kesulitan yang dihadapi peserta didik.
Marilah kita menjadi guru yang selalu haus akan ilmu, malu karena tidak tahu
perkembangan ilmu, dan penasaran ketika mendengar ada ilmu baru.
{ 5 komentar... read them below or add one }
terima kasih sudah berbagai informasi yang berguna. Guru seharusnya
tinggalkan cara mengajar yang monoton, beralihlah ke pembelajaran dengan media kreatif
Terimakasih share ilmunya....semoga bermanfaat..aamiinn
thanks aja
Good blog, good content
thank you
konten yang bagus terimakasih
Posting Komentar